02/05/2008 09:02 WIB
Polemik Bonus Uang Tilang (1)
Sekali Semprit Dapat Ceban
Deden Gunawan – detikcom
Rencananya, bonus ini tidak diberikan secara langsung melainkan didata dan dikumpulkan lalu diberikan satu bulan atau dua bulan sekali. Disebutkan juga, dana insetif ini akan diupayakan diambil dari anggaran Polri.
“Ini baru usulan,” kata Direktur Lalulintas Polri Brigjen Pol Yudi Sushariyanto. Ia mengatakan, kompensasi yang diberikan kepada anggotanya di lapangan bertujuan mencegah praktik pungli di jalan, seperti selama ini. Bukan itu saja, dengan uang insentif ini diharapkan bisa menambah kesejahteraan polisi lalulintas.
Awalnya, usulan itu muncul dari petugas lapangan kemudian disampaikan ke Direktorat Lalu Lintas di wilayah Polda. Saat ini usulan tersebut baru sampai ke meja Kapolri Jenderal Pol Sutanto. Soal kriteria jenis tilang yang berbonus uang itu sedang dalam pembahasan. Tapi pastinya, tidak semua jenis pelanggaran yang ditilang lalu petugasnya mendapat uang.
Kadiv Humas Polri Brigjen Pol R Abubakar Nataprawira mengatakan, uang tambahan bisa diberikan jika polisi menilang pengendara yang melanggar 16 pasal dalam UU No.14/1992 tentang Lalu lintas, yakni tentang penindakan yang menyangkut keselamatan orang lain. Salah satu pasal di antaranya adalah pasal 61, yakni melanggar rambu-rambu lalu lintas.
Penindakan lainnya, terhadap pengendara yang tidak menghidupkan lampu sen saat membelok, menerobos lampu merah, dan sopir angkutan umum yang ugal-ugalan saat membawa penumpang. Pelanggaran-pelanggaran semacam ini memang sangat sering terjadi dan bisa membahayakan pengguna jalan yang lain.
Tapi perlukah imbalan Rp 10 ribu bagi polisi untuk menilang pengendara yang melanggar? “Bisa saja begitu. Tapi untuk besaran nilainya saya kira sangat berlebihan. Harusnya cukup Rp 5 ribu saja,” kata pengamat kebijakan publik UI Andrinov Chaniago kepada detikcom.
Namun bukan berarti uang bonus itu bisa menyelesaikan masalah. Sebab soal pungli, lanjut Andrinov, lebih banyak disebabkan faktor mental petugas maupun pengguna jalan. ” Pungli itu lebih banyak disebabkan moral hazard petugas. Masalah ini yang sebenarnya harus dibenahi terlebih dahulu,” katanya lagi.
Sementara Neta Sanusi Pane dari Indonesian Police Warch (IPW) menganggap, usulan uang bonus itu sangat keterlaluan. Alasannya, untuk menertibkan lalulintas memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Polantas. Mereka memang digaji untuk itu.
Ia kemudian menuding kalau usulan itu hanya akal-akalan untuk membuat ladang korupsi baru. “Uang insentif itu kabarnya akan diambil dari APBN. Dan itu merupakan celah para pejabat kepolisian untuk menggerogoti uang negara tersebut,” jelasnya.
Insentif bagi Polantas yang menilang, lanjut Neta, sebenarnya sudah ada. Setiap berkas surat tilang petugas mendapat jatah Rp 1.500. Namun sayangnya, uang itu tidak pernah didapat langsung, melainkan diambil atasannya. “Uang yang seharusnya menjadi hak petugas di lapangan tapi malah disikat atasannya.Kasihan itu polisi di lapangan sudah capek bergelut dengan debu dan asap knalpot, tapi haknya dicatut,” tambah Neta.
Sedangkan Bambang Widodo Umar, pengamat kepolisian menyatakan boleh-boleh saja usulan itu dijalankan tapi dengan syarat. Sebab, ujar Staf Pengajar di Program Pascasarjana Kajian ilmu Kepolisian di Universitas Indonesia tersebut, dengan uang Rp 10 ribu belum tentu bisa menurunkan praktek pungli. Lagi pula masalah kesemrawutan lalu lintas di Indonesia lebih banyak diakibatkan sistem kepolisian dan birokrasinya yang buruk.
Kalaupun usulan itu nantinya disetujui, imbuh Bambang, hendaknya dianggarkan secara terencana dan anggarannya juga harus disebutkan berasal dari mana. Sebab selama ini uang tilang itu masuk kas negara. Kalau dari kas Polri akan diambil dari pos anggaran mana.
Banyaknya kecurigaan dari berbagai kalangan disanggah Kadiv Humas Polri Brigjen Pol R Abubakar Nataprawira. Menurutnya, kecurigaan masyarakat nantinya polisi akan sembarangan main tilang tidak beralasan. Karena tujuan pemberian bonus itu untuk menekan angka pelanggaran lalu lintas di jalan, serta memberi rangsangan pada petugas. “Kalau warga tidak merasa melanggar, surat-surat lengkap tentu tidak mungkin ditilang,” tandas Abubakar.
Persoalannya, di sejumlah jalan di Indonesia, terutama di Jakarta, banyak rambu-rambu dan fasilitas lalu lintas yang tidak berfungsi dengan baik . “Banyak rambu-rambu yang hilang atau tertutup. Dan Polantas biasanya mengendap dan mencegat pengendara di titik-titik itu,” ujar Adrianov Chaniago.
Kalau sudah begini, bisa dipastikan nantinya akan banyak pengguna jalan yang terjebak oleh kesalahan. Akhirnya mereka jadi incaran patugas yang memburu bonus tilang.
( ddg / iy )