Status Quo

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”

(QS Ar-Ra’d: 11)

Tidak sedikit orang yang mengutip sebagian kalimat (potongan) dari ayat di atas, yaitu: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Lalu menjadikannya sebagai kalimat yang memotivasi agar melakukan perubahan dari kondisi yang ada saat itu menuju kondisi berikutnya yang lebih baik dari sebelumnya.

Sebuah tulisan berjudul “Tafsir Ar-Ra’d Ayat 11: Motivasi Mengubah Nasib?” yang dikemas oleh Ustadz Ahmad Mundzir, memberikan tafsir dengan sudut pandang yang begitu menggugah (lihat: https://islam.nu.or.id/post/read/112873/tafsir-ar-ra-d-ayat-11–motivasi-mengubah-nasib-). Semua logika yang selama ini dijejali oleh para motivator runtuh seketika dengan tafsir yang begitu logis dan saling terkait dengan ayat dan hadits nabi, serta pendapat para alim ulama.

Berbedanya titik pijak awal dalam memahami sebuah Ayat, berdampak sangat bertolak belakang secara diametral dalam hal keyakinan. Titik awal para motivator adalah keadaan yang dialami saat ini seolah tidak baik, dan harus diubah agar menjadi lebih baik. Sementara tafsir para ulama memberikan tafsir bahwa titik awalnya adalah setiap manusia diciptakan dalam keadaan terbaik, dan dikehidupannya dilimpahkan kebaikan dan kenikmatan oleh Allah SWT. Lalu kelakuan manusialah yang mengubah setiap kenikmatan dan kebaikan yang sudah diterimanya itu menjadi keadaan yang lebih buruk dari sebelumnya.

Kebaikan dan kenikmatan yang telah Allah SWT berikan kepada manusia (kemudian dijaga oleh para Malaikat-Nya atas perintah dari-Nya), akan berubah menjadi sebaliknya karena ulah manusia. Allah SWT akan menahan, menarik, atau mencabut kebaikan dan kenikmatan tersebut ‘JIKA’ “mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.

Ingatlah akan ayat yang memberikan teguran keras pada manusia: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah, “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah). Ar-Rum 41-42

Oleh karenanya, selaku manusia, maka sudah sepatutnya takut akan ancaman Allah SWT yang disampaikan pada akhir dari ayat Ar Ra’d ayat 11 “Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

(Ar Rahman: 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77)

Berangkat dari hal di atas, maka adalah tugas manusia untuk mempertahankan setiap kebaikan dan kenikmatan yang telah diterimanya dengan jalan beribadah kepada-Nya. “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56)

Kemudian oleh Ustadz Ahmad Mundzir dikutipkan pendapat dari Imam al-Qurthubi, bahwa faktor berkurangnya atau hilangnya kenikmatan yang diterima hamba itu tidak tunggal. Menurutnya, faktor itu bisa murni bersumber dari kesalahan hamba itu sendiri, bisa pula dari kesalahan anggota keluarga atau komunitas sekitarnya.

Allah SWT pun kembali mengingatkan manusia dengan firman-Nya:

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al Anfal 25)

Mari kita baca apa yang ada di diri kita, keluarga, tetangga satu desa, negara bahkan umat manusia di seluruh dunia. Apakah sudah sejalan dengan tujuan diciptakan oleh-Nya? Apakah melakukan hal yang bertujuan mempertahankan kebaikan dan kenikmatan dari-Nya? Apakah dalam menjaga kebaikan dan kenikmatan dari-Nya terjadi kerjasama, atau justru “memakan” sesama?

Jawabannya ada di hati sanubari kita. Bahwa kebaikan dan kenikmatan yang dijaga, harus dimulai dari setiap diri kita, kemudian saling menjaga dalam keluarga, lalu dikuatkan dalam bertetangga, dan terus bergulir ke seluruh dunia. Hasilnya: diri yang taat, hasilkan keluarga sehat, desa kuat, bangsa hebat, dan kehidupan manusia di dunia semakin bermartabat.

Mungkin masih ada yang bertanya, apakah mungkin? Maka yakinlah, bahwa sudah ada yang menjalankannya dan dapat diteladani. Yaitu, bagaimana Rasulullah Muhammad SAW membangun dari pondasi, hingga dapat berwujud dalam masyarakat yang madani. Memang tidak mudah, tapi tidak ada amal yang sia-sia di hadapan Allah SWT. Mungkin bukan kita yang akan merasakannya, namun ada anak cucu kita yang akan jadi pewarisnya.

Setidaknya kita ketahui bersama bahwa Rasulullah menghabiskan waktu sekitar 13 tahun di Mekkah untuk berdakwah dan menanamkan pondasi keimanan yang kuat kepada pengikutnya. Kemudian dilanjutkan dengan Hijrah ke daerah yang saat itu dinamakan yastrib (kemudian diganti namanya menjadi Madinah) dengan didahului pengiriman “tim advance” untuk mengondisikan masyarakatnya.

Apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW sesampainya di sana?

Hal pertama yang dilakukan setibanya adalah dengan membangun Masjid (Quba), masjid yang oleh Allah SWT dalam firmannya dibangun atas dasar Taqwa (At Taubah: 108). Kemudian dilanjutkan dengan mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Rasulullah Muhamad SAW pun memahami bahwa dalam membangun sebuah peradaban perlu kerjasama banyak pihak, maka dibuatlah sinergisitas antar komponen yang ada di Madinah dengan disepakatinya Piagam Madinah.

Sementara di sisi lain, harta dengan segenap sifat yang menyertainya dikelola dengan mekanisme Baitul Mal demi kepentingan umum. Tak lupa juga Rasulullah Muhammad SAW mendirikan pasar sendiri karena begitu marak dan dianggap biasanya kecurangan di pasar (yang saat itu sudah berjalan). Uniknya, pasar yang dibangun oleh Rasulullah Muhammad SAW berada dekat dengan area pekuburan Bani Sa’idah, agar setiap orang yang ke pasar mengingat mati, karena mati merupakan peristiwa yang menghancurkan segala kelezatan. Pesan tegas yang disampaikannya adalah di pasar tersebut tidak boleh ada penindasan, dan tidak ada yang dikenakan pajak.

Semua hal di atas adalah bagian yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam rangka menjaga kebaikan dan kenikmatan yang telah Allah SWT berikan. Masjid selain sebagai pusat peribadatan juga menjadi sentral dalam segala hal. Ikatan persaudaraan antara muhajirin dan anshar untuk menjaga keharmonisan dan menguatkan soliditas. Pengaturan kesepakatan yang adil mampu memberdayakan segenap potensi yang ada di sekitar untuk menopang sesama dalam kebaikan. Berkelanjutan dengan itu, dibangun juga sistem keuangan dan pasar yang adil bagi semua pihak.

Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur

Indonesia, adalah salah satu negara yang ada di dunia. Tempat sebagian manusia berada. Terdiri dari aneka suku, dan menyatakan dirinya satu bangsa. Dimana dalam sejarahnya, pernah menguasai daerah yang luas baik bahari maupun buana, dikenal dengan Nusantara. Lokasinya berada di antara dua benua (asia dan australia), diantara dua Samudra (pasifik dan hindia), berada di garis khatulistiwa, kaya flora dan fauna, menjadi daerah dengan jalur perdagangan yang menghubungkan dunia dan kaya akan sumberdaya lautnya.

Segenap potensi yang ada di Indonesia, membuat negeri ini begitu strategis bagi banyak orang yang melihatnya. Oleh karenanya, adalah peluang nyata bagi setiap warga negaranya untuk membuat Indonesia berjaya. Tidak hanya di mata penduduk dunia, tapi juga di hadapan sang Pencipta. Membaca apa yang terjadi saat ini di Indonesia, langkah apa yang perlu dilakukan agar Indonesia berjaya?

Jawabannya ada di hati sanubari kita. Bahwa kebaikan dan kenikmatan yang dijaga, harus dimulai dari setiap diri kita, kemudian saling menjaga dalam keluarga, lalu dikuatkan dalam bertetangga, dan terus bergulir ke seluruh dunia. Hasilnya: diri yang taat, hasilkan keluarga sehat, desa kuat, bangsa hebat, dan kehidupan manusia di dunia semakin bermartabat.

Syukurnya, sudah banyak yang memulainya. Salah satu yang saat ini menggeliat begitu derasnya adalah sebuah gerakan berbasis desa. Kenapa desa? Karena desa menjadi unit terkecil pemerintahan saat ini di Indonesia (UU Desa). Desa adalah tempat dimana kumpulan keluarga saling menyapa dan bertetangga. Desa adalah area dibudidayakannya keperluan manusia, mulai dari pangan, sandang, bahkan keperluan papan. Oleh karenanya, kebaikan dan kenikmatan yang diberikan oleh-Nya di desa, sudah seharusnya dijaga, bersama-sama. Gerakan ini bernama: Gerakan Desa Emas.

Sebuah gerakan yang memulai dari pembangunan pilar-pilar berupa pembinaan karakter dan insani, dilanjut dengan bina saudara dan institusi, kemudian bina sinergi dan teknologi. Tidak berhenti di sini, diteruskan dengan bina dana dan investasi, dan disempurnakan dengan bina pasar dan industri. Perhatikan urutannya, ada kemiripan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam membangun masyarakat Madani (dalam gerakan ini Desa Emas disamakan dengan Desa Pancasila).

Desa Emas adalah desa yang berusaha menerapkan Pancasila seutuhnya, dan skaligus menjalankan lima prinsip umum / Maqashid Syariah yang diterapkan sebagian besar pemeluk agama di Indonesia (Islam). Berikut sekilas penjabarannya:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa (Dien). Terjaga akidah & Akhlak/Saleh: Indek Spiritual, Indeks Kebahagiaan tinggi, Mesjid Makmur, Ziswaf, persepuluhan, Gotong-royong, Persaudaraan di tiap Desa
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Nasl). Terjaga Keturunan: Perceraian & aborsi rendah, KDRT tidak ada, HIV, Miras, Naza & porno aksi tidak ada
  3. Persatuan Indonesia (Nafs). Terjaga Jiwa& Raga: Masyarakat Desa umumnya usia hidup tinggi, kematian bayi rendah, pencurian & gangguan kamtibmas tidak ada
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Aql). TerjagaESQ nya: Masyarakat Desa umumnya Cerdas Intelektual, Cerdas Emosional dan Cerdas Spiritual. Melek huruf, melek & hafidz Kitab suci, minimal SMK, entrepreneur, Certif ESQ & BMT
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Maal). Terjaga Kesejahteraan: Tidak ada yang miskin (0%), cukup sandang pangan, papan dan pekerjaan di tiap Desa. GDP $50.000

Untuk mencapai itu semua tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ada kegigihan, kemandirian, dan kerjasama banyak pihak (gotong royong).  Mulai dari pembinaan pribadi-pribadi yang tangguh (patriot desa), pembentukan kelompok swadaya masyarakat (Self-help group), pembentukan koperasi sebagai wadah ekonomi bersama warga desa, optimalisasi koperasi sebagai lembaga keuangan desa serta mendayagunakan dana desa, dan terakhir “beli produk desa = bela negara” (memenuhi kebutuhan desa secara mandiri/desa terdekat) serta peningkatan ekspor ke negara lain dari hasil produksi desa (industri berdasarkan potensi unggulan setempat) untuk peningkatan devisa negara.

Ayo, mulai dari diri kita, tularkan ke keluarga dan tetangga, dan jadikan sebagai gerakan bersama: dari Desa membangun Negara. Kita mulai dari hal yang mudah, lalu konsisten menjalankannya. Semoga, menjadi amal yang termasuk kategori menjaga kebaikan dan kenikmatan dari-Nya, Aamiin.