Customer Advocacy

Customer Advocacy

Sudah lama rasanya, sampai lupa kapan terakhir jumatan di kampus yang mencetak ekonom dan pebisnis islami. Entah, rasanya ingin sekali berbagi isi khutbah yang disampaikan siang tadi.

Isinya sungguh menggugah hati, namun akan saya sandingkan dengan “ilmu bisnis” yang belakangan ini saya pelajari. Bila dirasa bermanfaat silakan berbagi

=======

SEGI BISNIS

Customer Advocacy

Menemukan customer siap membeli lagi (repetisi), membela (advocacy), dan promosi produk dengan rela hati.

Ada dua cara menemukan customer demikian:
1. Pengenalan produk

Memiliki customer yang siap mengadvokasi tidaklah datang dengan sendirinya. Ada tahapan yang mesti dilewati. Kurang lebih begini:

Cold > Warm > Hot > Loyality > Advocacy

Ketika kita memiliki suatu produk yang akan dijual, apalagi yang belum di kenal maka perlu upaya membuatnya terkenal. Kita akan bertemu dengan banyak tipe konsumen. Kebanyakan akan bertemu dengan tipe cold, untuk kasus di atas.

Tipe cold adalah tipe orang yang belum tahu tentang produk yang kita jual. Jangankan membela (advocacy), atau promosi. Tuk sekedar membeli saja sudah jauh panggang dari api.

Tipe kedua adalah tipe orang yang sudah mulai tahu dan mengenal produk kita. Cirinya, biasanya sudah mulai merespon informasi yang kita paparkan. Respon tersebut bisa saja dengan mulai bertanya tanya.

Sedangkan tipe ketiga biasanya sang target sudah mulai mengumpulkan data, bahkan membandingkan dengan produk serupa. Detil-detil terkait produk yang diinginkan/dibutuhkannya akan menjadi bahan pertimbangan untuk membeli di toko yang mana. Apakah toko kita, atau justru kompetitor kita. Tipe ini sudah siap membeli, karenanya tim sales mesti jeli, jangan sampai tipe ini jatuh ke lain hati.

Tipe ke empat adalah tipe ketiga yang sudah pindah menjadi pembeli yang memesan produk kita berulang kali. Ada yang bilang lebih baik merawat pembeli seperti ini, ketimbang mendapatkan yang baru.

Tipe terakhir adalah tipe yang dengan rela hati melakukan promosi, bahkan membela nama produk kita, meski kita tidak membayarnya. Jika sudah begini, rasanya tersanjung di hati.

2. Membuat comunity
Tak dapat dipungkiri, saat ini komunitas memiliki daya tawar tersendiri. Bahkan tak jarang produsen besar rela menggelontorkan uang tak sedikit untuk sekedar mendekati, syukur-syukur bisa berkolaborasi.

Tapi tak jarang juga ditemui, produsen yang secara aktif membuat komunitas yang kesemuaannya masih dalam rentang kendali. Tak perlu disebut satu persatu, pasti mudah ditemui.

Dengan adanya komunitas, para anggota akan saling berbagi tentang produk yang mereka miliki. Entah sekedar untuk unjuk gigi, atau memang ingin berbagi solusi. Namun, dari interaksi itu terbangun rasa percaya diri jika memakai hasil produksi. Interaksi itu memicu anggota melakukan promosi demi menambah besar komunitas, dan membela tanpa dibayar bila ada yang meremehkan atau menjelekkan.

Bahkan bagi beberapa perusahaan, pembelaan costumer lebih berharga ketimbang pembelaan pengacara. Karena rasanya tidak mungkin mengharap pengguna produk kompetitor membela membela produk selain produk yang dipakainya.

=======
Lalu apa hubungannya dengan khutbah siang tadi?
=======

SEGI AGAMA

Khutbah siang tadi sebenarnya tidak ada sedikitpun menyinggung tentang “segi ekonomi” sebagaimana saya paparkan sebelumnya. Namun, bagi saya ada sedikit kemiripan dengan pola dengan bahasan di bawah ini.

Secara garis besar, khutbah siang tadi menyampaikan “siapa yang menjaga Agama Allah, maka Allah akan menjaganya”

Pada kata “menjaga” yang kedua, dipaparkan tafsir berdasarkan salah satu kitab — yang mohon maaf saya lupa judulnya. Bahwa, Allah swt akan menjaga manusia dalam dua hal:
1. Menjaga di dunia, artinya setiap kebutuhannya sudah dijamin penjagaannya oleh Allah.
2. Menjaga di akhirat, artinya menjaga nasib yang bersangkutan saat nanti diakhir zaman.

Kali ini, yang mau saya tekankan dan hubungkan dengan bahasan segi ekonomi pada kata “menjaga” yang pertama. Kata “menjaga” memiliki kemiripan prasyarat dengan 2 cara menemukan customer yang mau mengadvokasi (membela).

Maka setidaknya, perlu 2 syarat agar tersedia orang yang mau menjaga Agama Allah swt. Apa sajakah syaratnya:

1. Kenal dengan agamanya
Hanya orang yang kenal dengan agamanya, yang akan menjaga (membela) agamanya. Khotib mencontohkan, Abu Bakar ra yang menginfaqkan seluruh hartanya untuk kepentingan agama ketimbang keluarganya. Hal itu dilakukan Abu Bakar karena ia mengenal agamanya.

Contoh kedua adalah, Ali ra yang rela menggantikan Rasulullah saw tidur di dipan pada saat/kondisi rumah tersebut dikepung. Ali ra yang mengenal agamanya lebih memilih sebagai “stunt man” ketimbang keselamatan nyawanya.

Kedua sahabat tersebut tidaklah orang yang tetiba membela agamanya, melainkan karena pemahaman yang mendalam atas janji penjagaan Allah swt terhadap mereka. Dan pemahaman itu, didapat dari sentuhan khusus Rasulullh saw.

Coba dinilai, kategori atau tipe manakah kedua sahabat yang diceritakan di atas dibanding dengan bahasan customer sebelumnya?

Cold > Warm > Hot > Loyality > Advocacy

Lalu bagaimana dengan kita?

Silakan dicek ke hati nurani masing-masing. Sejauh mana pengenalan kita kepada Allah swt, Rasulullah saw, dan Al Qur’an, tentunya akan berbanding lurus dengan seberapa besar pembelaan terhadapnya.

Jangan-jangan, tidak adanya pembelaan kepada agama karena tidak ada pengenalan kepada penciptanya, utusan-Nya, atau setidaknya pada panduannya. Jangankan mengenal, bisa saja (mungkin) entah sudah berapa lama tak membacanya.

2. Ada sebuah kalimat nasihat yang saya ingat, kalau mau tau tentang seseorang maka lihatlah siapa temannya.

Bahkan ada perumpamaan:
Jika kita bergaul dengan pandai besi maka bisa saja terkena percikan bara api, atau setidaknya terkena asap yang kurang enak aromanya

Namun, jika kita bergaul dengan penjual minyak wangi maka setidaknya kita akan mendapat keharuman semerbak mewangi.

Oleh karenanya, syarat kedua agar bisa ikut barisan penjaga agama, dan mendapat penjagaan Allah swt, mulailah pilah dan pilih teman sejatinya.

Sebagaimana bahasan tentang komunitas di atas, pergaulan sebagai seorang muslim juga akan memiliki warna yang berbeda antara muslim yang satu dengan lainnya. Pada komunitas yang sering ingatkan tentang agama, maka ia akan tercelup dengan nilai agama. Mulai dari terbukanya mata, hingga terpejam melepas raga. Sejak urusan masuk kamar mandi, hingga urusan dagang, waris, dan memimpin sekelompok manusia.

Semua diterima baik suka maupun duka, baik lapang maupun sempit, baik sehat maupun sakit, baik tua maupun muda, baik pria maupun wanita. Bukan mengikuti yang disuka lalu buang yang tak disuka.

Khutbah itu pun akhirnya ditutup dengan pertanyaan:

Siapa lagi yang mau menjaga agama ini, jika bukan umatnya sendiri?

1 thought on “Customer Advocacy”

  1. Pingback: Dari Mana Datangnya Pembeli - Ruli Margianto

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *